UTS Statistika MPSP, open book, Rabu 16 Juni 2010
Cari di situs ini
Topik
-
Terbaru
UTS Statistika MPSP, open book, Rabu 16 Juni 2010
UTS Statistika MPSP, open book, Senin 15 Juni 2009
Soal UTS Statistika MPSP 2009
Penyelesaian Soal UTS Statistika MPSP 2009
UTS Statistika MPSP, open book, Senin 23 Juni 2008.
Soal UTS Statistika MPSP 2008
Penyelesaian Soal UTS Statistika MPSP 2008
Soal UAS Hidraulika Terapan (S1), open book, Rabu 13 Januari 2010.
Foto saat pelaksanaan ujian
UTS Statistika (S2), open book, Senin 19 Oktober 2009.
Pengolahan data debit, Q m3/s, di suatu sungai menunjukkan bahwa sebaran peluang terjadinya suatu besaran debit, pQ(q), dapat dinyatakan dengan suatu fungsi (pdf) berikut:
pQ(q) = 1/100 (aq), jika 0 ≤ q < 50
pQ(q) = ½ a, jika 50 ≤ q < 150
pQ(q) = 1/300 a(300 – q), jika 150 ≤ q < 300
pQ(q) = 0, untuk nilai q yang lain.
Dalam persamaan pdf di atas, satuan debit adalah m3/s.
Pengukuran evaporasi harian (dalam mm) selama 30 hari dari suatu stasiun menunjukkan nilai evaporasi harian sebagai berikut:
9 | 9 | 10 | 10 | 12 | 9 | 6 | 7 | 14 | 11 |
12 | 8 | 7 | 11 | 8 | 13 | 6 | 5 | 8 | 4 |
12 | 7 | 8 | 13 | 14 | 11 | 4 | 11 | 8 | 11 |
UAS Transpor Sedimen (S1), open book, Jumat 25 Juni 2010
Sebuah alur sungai yang cukup panjang memiliki tampang lintang berbentuk segiempat dan kemiringan dasar sungai 0.0004. Dasar sungai berupa butir sedimen hampir seragam berdiameter d50 = 1 mm (0.001 m), berporositas p = 0.3, dan berapat massa relatif ss = 2.6. Kedalaman normal aliran h = 1.70 m. Alur sungai ini bermuara di sebuah danau. Di pertemuan antara sungai dan danau, elevasi muka air danau sama dengan elevasi muka air sungai.
Pada suatu saat, muka air di danau turun Δh = 0.20 m. Lakukankan prediksi profil dasar sungai setelah terjadi penurunan muka air ini. Saudara bebas memilih persamaan transpor sedimen yang Saudara pakai dan tentukan sendiri konstanta atau parameter yang Saudara perlukan yang belum diberikan dalam soal ini.
Penyelesaian Soal UAS Transpor Sedimen 2010
Saat ujian Transpor Sedimen, Jumat 25 Juni 2010
Hari ini, Sabtu 3 Juli 2010, berlangsung Pramunas BMPTTSSI (Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Teknik Sipil Seluruh Indonesia) di Universitas Tarumanagara, Jakarta. Pramunas diselenggarakan sebagai persiapan Munas X BMPTTSSI yang direncanakan diadakan pada 2011. Pramunas membahas agenda Munas X serta menyiapkan materi yang akan dibahas pada Munas X. Hal-hal yang dibahas pada Pramunas hari ini, antara lain:
Pramunas dihadiri oleh sekitar 50 peserta dari berbagai program studi teknik sipil di Indonesia.
BMPTTSSI merupakan organisasi kerj
asama perguruan tinggi teknik sipil di Indonesia yang bertujuan antara lain untuk peningkatan kemampuan anggota dalam mengelola dan menyelenggarakan pendidikan tinggi di bidang teknik sipil. Organisasi ini didirikan di Jakarta pada 2 Agustus 1978. Menjabat sebagai Sekretaris Jenderal BMPTTSSI periode 2008-2011 adalah Ketua Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan FT UGM, Prof. Bambang Triatmodjo, yang dipilih pada waktu Munas IX di Universitas Internasional Batam, November 2008.
Munas BMPTTSSI diselenggarakan setiap 3 tahun. Pada Pramunas kali ini, telah disepakati bahwa Munas X akan diselenggarakan pada 14-16 Oktober 2011 di Medan. Jurusan Teknik Sipil USU akan bertindak sebagai tuan rumah dan penyelenggara.
Groundsill Kretek di Sungai Opak dibangun pada 2003 oleh Bina Marga DIY sebagai pengaman Jembatan Kretek, yang merupakan jalan akses ke Pantai Parangtritis, Kabupatan Bantul, DI Yogyakarta. Groundsill berada lebih kurang 160 meter di hilir Jembatan Kretek. Posisi Groundsill Kretek berada pada koordinat bujur dan lintang 110°18’51” BT, 7°59’25” LS atau pada koordinat UTM 49 M 424418 m E, 9116724 m S.
Pada 25 Juni 2007, groundsill mengalami kegagalan struktural yang mengakibatkan runtuhnya struktur groundsill di bagian tengah bentang sepanjang lebih kurang 31 meter. Saat itu, sisa groundsill yang masih berdiri sekitar 154 m dari panjang bentang groundsill 185 meter. Itu pun, sebagian groundsill yang masih berdiri berada dalam posisi miring ke arah hilir. Peristiwa ini mengakibatkan degradasi dasar sungai. Di pilar Jembatan Kretek, degradasi dasar sungai mencapai sekira 3 meter.
Struktur groundsill berupa turap beton K700 yang dipancang dalam dua baris (deret) melintang sungai, sejajar satu dengan yang lain. Panjang turap hulu 7 meter, panjang turap hilir 6 meter. Turap dipancang sedemikian hingga tinggi mercu turap hulu 1.5 meter dari dasar sungai di bagian yang terdalam dan mercu turap hilir 1 meter lebih rendah daripada mercu turap hulu. Di bagian sungai yang dangkal, tinggi mercu turap hulu 1 meter di atas dasar sungai dan mercu turap hilir hampir sejajar dengan dasar sungai. Mercu turap di setiap deret disatukan dengan cap beton bertulang. Jarak antara deret turap hulu dan hilir adalah 2 meter. Ruang di antara deret turap hulu dan hilir berisi bronjong batu kali tebal 1 meter. Panjang bentang groundsill 185 meter, terdiri dari bagian peluap 175 meter serta sayap di kiri dan kanan, masing-masing 5 meter. Tinggi mercu sayap di kiri dan kanan adalah 1 meter di atas mercu turap hulu.
Gambar tampang memanjang dan melintang Groundsill Kretek menunjukkan bahwa, pada saat pembangunan groundsill pada 2003, tinggi mercu groundsill dari dasar sungai adalah 1 sampai 1.5 meter dan bagian turap yang berada di dalam tanah adalah 5 sampai 6 meter. Foto-foto Groundsill Kretek pasca peristiwa groundsill jebol 25 Juni 2007 menunjukkan bahwa selama 4 tahun, 2003 sampai 2007, telah terjadi perubahan posisi mercu groundsill terhadap dasar sungai, atau lebih tepatnya adalah perubahan posisi dasar sungai terhadap mercu groundsill. Foto-foto menampakkan bahwa jarak mercu groundsill (mercu turap hulu) terhadap dasar sungai di hilirnya mencapai sekira 4 meter, atau bahkan mencapai 6 meter menjelang groundsill jebol. Hal ini dapat disimpulkan dari fakta bahwa turap, yang semula dipancangkan sedalam 5 sampai 6 meter, sebagiannya telah roboh. Bahkan, salah satu sisa turap tampak miring ke arah hulu, yang jelas membuktikan bahwa dasar sungai di tempat tersebut berada di bawah ujung bawah turap tersebut. Pengukuran dasar sungai di lokasi groundsill pada 30 Agustus 2007 yang dilakukan oleh Bina Marga DIY menunjukkan bahwa elevasi dasar sungai di bagian groundsill yang jebol adalah +87.057 meter. Dasar sungai ini adalah 3.8 meter di bawah dasar sungai 2003 yang berada pada elevasi +90.926 meter. Perbedaan posisi dasar sungai ini merupakan akibat degradasi dasar sungai. Menjelang dan saat turap roboh, dasar sungai di bagian turap yang roboh pastilah lebih rendah lagi karena adanya gerusan lokal. Gerusan lokal ini tidak tampak lagi karena telah tertutup oleh material dasar sungai pasca turap roboh. Yang masih tampak pasca turap roboh adalah jejak degradasi dasar sungai. Dasar sungai di hulu dan hilir groundsill menjadi sejajar dan kemiringan dasar sungai di hulu dan hilir groundsill menjadi sama. Terhadap dasar sungai pada 2003, kedalaman degradasi adalah 3.8 meter. Kedalaman gerusan lokal menjelang dan saat turap runtuh dapat diperkirakan sekira 1.2 sampai 2 meter (dasar sungai mencapai ujung bawah turap).
Di Jembatan Kretek, jejak degradasi dasar sungai akibat groundsill jebol tampak dari foto yang diambil pada 12 September 2007. Dari perbedaan warna pilar, dapat diperkirakan bahwa degradasi dasar sungai di Jembatan Kretek adalah sekira 3 meter. Ini sesuai dengan hasil pengukuran elevasi dasar sungai di lokasi groundsill yang menunjukkan perbedaan 3.9 meter antara posisi dasar sungai pada 2003 dan 2007 seperti yang telah dipaparkan pada paragraf sebelum paragraf ini. Jejak gerusan lokal di sekitar pilar jembatan tidak tampak. Hal ini tidak berarti bahwa gerusan lokal tidak terjadi. Saat groundsill jebol, air sungai mengalir dengan cepat dan kemungkinan besar mampu menimbulkan gerusan lokal di sekitar pilar jembatan. Lubang gerusan telah tertutup oleh material sungai pada saat kecepatan aliran surut.
Dari jejak-jejak yang ditinggalkan oleh aliran air di sungai akibat groundsill jebol, maka dinamika dasar sungai di Groundsill Kretek yang berujung pada peristiwa groundsill jebol pada 25 Juni 2007 kiranya dapat dipaparkan secara teknis-kronologis menurut paragraf-paragraf di bawah ini.
1) Pada awalnya, saat groundsill dibangun, tinggi mercu groundsill terhadap dasar sungai adalah 1.5 meter (turap hulu) atau 0.5 meter (turap hilir).
2) Laiknya sebuah pembendungan aliran, maka terjadi agradasi dasar sungai di hulu groundsill dan degradasi dasar sungai di hilir groundsill. Dasar sungai di hulu groundsill naik karena material sedimen yang dibawa aliran tertahan. Hal ini berlangsung sampai dasar sungai di hulu groundsill sejajar dengan mercu groundsill dan kemiringan dasar sungai dicapai. Dasar sungai di hilir groundsill turun sebagai konsekuensi dari tertahannya sedimen di hulu groundsill.
3) Degradasi dasar sungai di hilir Groundsill Kretek tampaknya berlanjut walau dasar sungai di hulu groundsill telah stabil. Hal ini dapat disebabkan oleh pasokan sedimen dari hulu yang berkurang sehingga tidak mampu mengimbangi transpor sedimen di hilir groundsill, serta aktivitas penambangan pasir sungai di hilir Groundsill Kretek (lihat foto yang diambil pada 12 September 2007).
4) Terjadi gerusan lokal di hilir Groundsill Kretek, utamanya pada saat aliran memiliki debit besar. Aliran air mampu menggerus dasar sungai di hilir groundsill karena tidak ada struktur peredam energi aliran. Gerusan di hilir groundsill bertambah dalam seiring dengan head (beda tinggi energi antara hulu dan hilir groundsill) yang makin besar. Head makin besar karena degradasi dasar sungai di hilir groundsill.
5) Selain gerusan lokal yang makin dalam, head yang besar memicu aliran air di bawah groundsill, yang dikenal sebagai seepage. Seepage dapat berlanjut dengan piping, yaitu aliran air di medium solid yang mampu membawa butir tanah/sedimen. Piping menyebabkan tanah di bawah groundsill “keropos” dan melemahkan daya dukung tanah.
6) Menjelang groundsill jebol pada 25 Juni 2007, kombinasi degradasi dasar sungai, gerusan lokal, dan piping menyebabkan dasar sungai di hilir groundsill turun hingga sebagian turap menggantung dan tidak mampu menahan aliran air.
7) Groundsill yang jebol di sebagian bentang menyebabkan terjadinya konsentrasi aliran air di tempat groundsill jebol. Aliran ini memiliki kecepatan yang besar dan, pada saat yang sama, terjadi gradien dasar sungai yang besar antara hulu dan hilir groundsill. Aliran ini memicu degradasi dasar sungai di hulu groundsill sampai terbentuk kemiringan dasar sungai menurut keseimbangan baru antara aliran dan dasar sungai hulu-hilir groundsill.
8) Dari pengukuran dasar sungai di groundsill yang dilakukan pada 30 Juni 2007, degradasi dasar sungai mencapai 3.8 meter. Dari foto pada 12 September 2007, degradasi dasar sungai di Jembatan Kretek mencapai lebih kurang 3 meter.
Rehabilitasi Groundsill Kretek telah dilakukan pada 2007 dan selesai pada 2008. Rehabilitasi dilakukan dengan cara menutup kembali bagian bentang groundsill yang jebol serta menambahkan lantai hilir sebagai peredam energi aliran.
1) Bagian groundsill yang jebol ditutup dengan turap baja panjang 12 meter. Panjang bentang turap baja adalah sedemikian hingga ada bagian yang saling-tumpuk (overlapped) dengan turap beton yang masih berdiri.
2) Di bagian sungai yang dalam, lantai hilir berupa struktur beton (panjang 4.3 meter) yang disambung dengan bronjong batu kali (panjang 5 meter). Panjang bentang bagian ini adalah 73.5 meter, berada lebih kurang di tengah bentang groundsill.
3) Di bagian sungai yang dangkal, yaitu di tepi kiri dan kanan, lantai hilir berupa struktur bronjong batu kali saja (panjang 5 meter).
4) Ruang di antara turap hulu dan hilir diisi dengan lapis timbunan tanah, beton 0.3 m, batu kosong 2 m, dan beton 0.3 m.
Model matematik hidraulika (model hidrodinamika) pada tiga dekade terakhir ini telah memainkan peran penting dalam berbagai disiplin ilmu mekanika fluida, baik dalam penelitian, enjinering, maupun industri. Tidak ketinggalan, dalam bidang hidraulika, model matematik hidraulik (untuk selanjutnya disebut model matematik) pun semakin menampakkan eksistensinya yang ditunjukkan dengan semakin seringnya model matematik dipakai dalam pekerjaan enjiniring, dalam tahap studi maupun perancangan. Tingkat penerimaan dan keyakinan orang terhadap model matematik sebagai alat utama dalam pekerjaan enjiniring cukup tinggi. Hal ini dibarengi dengan tingkat penerimaan dan keyakinan yang sama yang ditujukan terhadap produk pekerjaan enjiniring dimana model matematik merupakan alat utama. Tidak jarang, bahkan, model matematik justru disyaratkan pemakaiaannya.
Ketersediaan paket program komersial model matematik saat ini cukup terjamin, baik model satu dimensi (1D) maupun dua dimensi (2D). Bahkan, model tiga dimensi (3D) pun sudah mulai banyak dijumpai, walaupun sebagian besar tidak secara spesifik dibuat untuk pemakaian di bidang hidraulika, namun lebih ditujukan untuk pemakaian di bidang dinamika fluida (lebih dikenal dengan CFD, computational fluid dynamics). Berbagai paket program komersial tersebut pun dikemas sedemikian rupa sehingga mudah dipakai (user friendly) dan hasilnya mudah dibaca (walaupun belum tentu mudah dicerna) karena umumnya dikemas dengan tampilan grafik aneka warna. Baca artikel lengkap…
Terima kasih atas kunjungan Anda
Semoga informasi di situs ini bermanfaat bagi Anda.
Saya sangat menghargai setiap komentar, usulan, saran, pertanyaan.
Silakan mengirimkannya melalui email ke istiarto@ugm.ac.id.