Pelatihan HEC-RAS BBWS Serayu-Opak 2011

Baru-baru ini saya diundang BBWS Serayu-Opak untuk memberikan pelatihan pemakaian HEC-RAS. Pelatihan berlangsung selama dua hari, 19-20 Juli 2011, bertempat di Hotel Gardena Jl. Laksda. Adisucipto Yogyakarta. Peserta pelatihan adalah para staf muda di lingkungan BBWS Serayu-Opak, sejumlah 30 orang. Karena waktu pelatihan yang sangat pendek, hanya materi dasar yang dikenalkan kepada peserta pelatihan. Pelatihan juga mengenalkan HEC-HMS kepada para peserta walau hanya secara singkat dan ringkas.

 

 

 

Posted in Berita-News, HEC-RAS | Tagged | Comments Off on Pelatihan HEC-RAS BBWS Serayu-Opak 2011

Ralat UTS Matematika I (9 April 2011)

Ada kesalahan pada penyelesaian UTS Matematika I (09Apr11), soal nomor 5. Ada salah letak pada penulisan persamaan |yx| = 1 dan |yx| = −1. Silakan mengunduh (men-download) penyelesaian soal tersebut yang telah saya perbaiki, di sini.

Posted in Kuliah-Ujian-Tugas-Praktikum | Tagged | Comments Off on Ralat UTS Matematika I (9 April 2011)

UAS Matematika Teknik 2011

UAS Matematika Teknik, open book, Sabtu, 2 Juli 2011

Ujian diselenggarakan pada hari Sabtu, hari libur kerja. Pada minggu ini ada satu hari libur, yaitu pada hari Rabu, 29 Juni 2011, bertepatan dengan peringatan Isra Mi’raj. Karena ujian harus selesai pada minggu ini, maka hari ujian Rabu tersebut digantikan pada hari Sabtu ini.

Di bawah ini adalah tautan untuk mengunduh soal dan penyelesaiannya. Apabila Anda menemukan kekeliruan dalam penyelesaian soa tersebut, saya harap Anda memberitahukan hal tersebut dengan menuliskannya pada comment di bawah post ini.

Soal UAS Matematika Teknik 2011.pdf
Penyelesaian Soal UAS Matematika Teknik 20110702.pdf

Posted in Kuliah-Ujian-Tugas-Praktikum | Tagged | Comments Off on UAS Matematika Teknik 2011

UAS Transpor Sedimen 2011

UAS Transpor Sedimen, open book, Jumat 24 Juni 2011

Di bawah ini adalah tautan untuk mengunduh soal dan penyelesaiannya. Apabila Anda menemukan kekeliruan dalam penyelesaian soa tersebut, saya harap Anda memberitahukan hal tersebut dengan menuliskannya pada comment di bawah post ini.

Soal UAS Transpor Sedimen 2011
Penyelesaian Soal UAS Transpor Sedimen 2011

Posted in Kuliah-Ujian-Tugas-Praktikum | Tagged | Comments Off on UAS Transpor Sedimen 2011

UTS Statistika MPSP 2011

UTS Statistika MPSP, open book, Rabu 22 Juni 2011

Di bawah ini adalah tautan untuk mengunduh soal dan penyelesaiannya. Apabila Anda menemukan kekeliruan dalam penyelesaian soa tersebut, saya harap Anda memberitahukan hal tersebut dengan menuliskannya pada comment di bawah post ini.

Soal UTS Statistika MPSP 2011
Penyelesaian Soal UTS Statistika MPSP 2011

Posted in Kuliah-Ujian-Tugas-Praktikum | Tagged | Comments Off on UTS Statistika MPSP 2011

Problematika Jembatan di Sungai

Problematika yang sudah beberapa kali ditemui pada jembatan melintang sungai adalah kegagalan struktur bawah jembatan (fondasi, pilar, pangkal/abutment) dalam menopang jembatan. Pada beberapa kasus, kegagalan ini berujung pada keruntuhan jembatan. Ancaman terhadap keamanan struktur bawah jembatan sering kali bersumber pada dinamika sungai, khususnya dinamika dasar sungai di sekitar fondasi dan pilar jembatan. Penurunan atau degradasi dasar sungai dan gerusan lokal di sekitar fondasi-pilar jembatan sering kali menjadi faktor utama kegagalan struktur bawah jembatan. Banjir, khususnya banjir besar, dapat memperbesar degradasi dasar sungai dan gerusan lokal, yang pada gilirannya menambah ancaman terhadap keamanan struktur bawah jembatan.

Contoh keruntuhan jembatan dapat disaksikan pada video yang diunggahkan ke YouTube oleh santos78fti. Klik di sini untuk menyaksikan video tersebut. Pada dokumentasi video tersebut tampak bahwa keruntuhan jembatan diakibatkan oleh kegagalan fondasi jembatan dalam menghadapi degradasi dasar sungai. Dasar sungai turun sangat cepat, dipicu oleh seepage di bawah groundsill pengaman jembatan. Bagian ini dapat kita saksikan setelah video berputar separuh waktu.

Seksi-seksi di bawah ini memaparkan beberapa contoh problematika jembatan yang berkaitan dengan faktor degradasi dasar sungai dan gerusan lokal di sekitar fondasi/pilar jembatan.

Jembatan Srandakan, Kulonprogo, Yogyakarta

Pilar #25 dan #26 ables pada 20-21 April 2000, jembatan darurat dipasang untuk membuka akses kendaraan ringan melewati jembatan (foto diperoleh dari Tito A Wicaksono, Binar Marga DIY)

Jembatan Srandakan melintas Sungai Progo, menghubungkan Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul dengan Kecamatan Galur, Kabupaten Kulonprogo, Provinsi DI Yogyakarta. Jembatan Srandakan mulai dibangun pada 1925 dan diresmikan pada 1929 sebagai jembatan kereta api (lori) pengangkut tebu. Jembatan mengalami beberapa alih fungsi dan rehabilitasi. Pada 1951, jembatan difungsikan sebagai jembatan jalan raya. Pada 2000, dua dari 58 pilar jembatan turun (amblas) yang terjadi dalam dua hari berurutan. Pilar #25 turun pada 20 April 2000 dan pilar #26 turun pada hari berikutnya. Saat ini, Jembatan Srandakan tidak lagi berfungsi. Sebuah jembatan baru, Jembatan Srandakan II telah menggantikan jembatan lama pada 2007. Baca artikel lengkap…

Jembatan Kebonagung, Sleman, Yogyakarta

Jembatan Kebonagung, Godean, Yogyakarta, 2006

Jembatan Kebonagung melintas Sungai Progo, berlokasi di ruas jalan Kota Yogyakarta-Nanggulan/Godean, di Kecamatan Minggir, Sleman, Yogyakarta. Jembatan bediri di atas 4 pilar silinder beton. Setiap pilar ditopang oleh dua buah fondasi sumuran. Pada awal 2000-an sampai 2006, terjadi degradasi dasar sungai dan gerusan lokal di sekitar sebagian pilar jembatan. Pada pengukuran tahun 2006, dasar sungai di pilar #4 (pilar pertama di sisi Nanggulan atau di sisi barat) telah mendekati dasar fondasi. Degradasi dasar sungai dipicu oleh keruntuhan groundsill di hilir jembatan. Baca artikel lengkap…

Jembatan Trinil, Magelang, Jawa Tengah

Jembatan Trinil tampak dari hilir setelah pilar #3 ambles pada 25 Februari 2009 (foto diperoleh dari Ery Agung Kisworo)

Jembatan Trinil melintas Sungai Progo, menghubungkan Desa Kalijoso, Kecamatan Secang dengan Desa Banjarsari, Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Jembatan Trinil berdiri di atas 3 pilar dan fondasi pasangan batu kali. Panjang bentang jembatan lebih kurang 70 m. Pada 25 Februari 2009, pilar #3 (paling barat) turun (ambles) yang memutus lalul lintas melewati jembatan. Belum sempat jembatan diperbaiki, setahun kemudian pada 4 Maret 2010, terjadi banjir yang menyebabkan pilar #1 dan #2 miring dan turun. Baca artikel lengkap…

Jembatan Pabelan, Magelang, Jawa Tengah

Tampak bawah Jembatan Pabelan pasca banjir lahar hujan 30 Maret 2011

Jembatan Pabelan melintas Sungai Progo di jalan raya Yogyakarta-Magelang. Di lokasi ini terdapat 2 jembatan, yaitu jembatan lama yang ditopang oleh pilar dan fondasi pasangan batu kali, serta jembatan baru yang ditopang oleh pilar beton. Pada Maret 2011, salah satu bentang jembatan lama hilang diterjang banjir lahar hujan (sebagian orang menyebut banjir lahar dingin). Baca artikel lengkap…

Jembatan KA BH 474 Comal, Pemalang, Jawa Tengah

Jembatan kereta api di Comal, Jawa Tengah, 2001 (foto diperoleh dari PT Kereta Api (Persero))

Jembatan ini merupakan jembatan kereta api lintas Pekalongan-Tegal, tepatnya di antara Comal-Petarukan, dikenal pula dengan nama Jembatan BH 474. Jembatan ini melintas Sungai Comal. Bentang jembatan 60+60+12 m, ditopang oleh sebuah pilar pasangan batu kali di atas fondasi sumuran dan sebuah pilar beton di atas fondasi tiang pancang. Jembatan dibangun pada akhir abad ke-19. Pada Juni 2001, pilar pasangan batu kali miring akibat fondasi di bawahnya ambles sedalam 188 cm. Baca artikel lengkap…

Posted in Gerusan Lokal di Pilar Jembatan | Tagged , , | Comments Off on Problematika Jembatan di Sungai

Jembatan Srandakan, Kulonprogo, Yogyakarta

Jembatan Srandakan melintas Sungai Progo, menghubungkan Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul dengan Kecamatan Galur, Kabupaten Kulonprogo, Provinsi DI Yogyakarta. Jembatan Srandakan berada di jalan jalur lintas selatan, menyambung dengan Jalan Daendels.

Lokasi Jembatan Srandakan, melintasi Sungai Progo di Kecamatan Galur, Kulon Progo (imaji dari Apple’s Maps)

Jembatan Srandakan mulai dibangun pada 1925 dan diresmikan pada 1929 sebagai jembatan kereta api (lori) pengangkut tebu. Panjang jembatan 531 m, terdiri dari 59 bentang @9 m. Struktur bawah berupa pilar ganda  yang berdiri di atas 8 buah tiang pancang beton, masing-masing tiang pancang berukuran 20×20 cm-persegi. Kedalaman dasar fondasi tiang pancang tidak diketahui (angka elevasi dasar tiang pancang pada gambar yang diperoleh penulis sulit dibaca; lihat gambar di bawah ini).

Gambar desain teknis Jembatan Srandakan 1925 (gambar diperoleh dari Tito A Wicaksono, Bina Marga DIY)

Jembatan telah mengalami beberapa alih fungsi dan rehabilitasi, antara lain pengalihan fungsi dari jembatan lori menjadi jembatan jalan raya pada 1951, penggantian lantai jembatan dari lantai kayu menjadi lantai beton pada 1962, penggantian gelagar dari baja menjadi komposit (17 bentang) dan beton slab (40 bentang) serta perlebaran dari 3.3 m menjadi 5.5 m pada 1979-1985. Struktur bawah jembatan (pilar dan fondasi) tidak pernah berubah, tetap seperti aslinya.

Jembatan Srandakan pada 1990-an (foto diperoleh dari Tito A Wicaksono, Bina Marga DIY)

Pada 2000, dua dari 58 pilar jembatan turun (ambles) yang terjadi dalam dua hari berurutan. Pilar #25 turun pada 20 April 2000 dan pilar #26 turun pada hari berikutnya. Sebelum peristiwa ini, sebuah truk tronton bermuatan semen melintasi jembatan pada 19 April 2000. Menyusul peristiwa ini, sebuah jembatan darurat tipe bailey dipasang di atas bentang yang turun untuk membuka akses jembatan.

Pilar #25 ambles 1.39 cm pada 20 April 2000 (foto diperoleh dari Tito A Wicaksono, Bina Marga DIY)

Pilar #25 dan #26 ables pada 20-21 April 2000, jembatan darurat dipasang untuk membuka akses kendaraan ringan melewati jembatan (foto diperoleh dari Tito A Wicaksono, Binar Marga DIY)

Kegagalan fondasi dan pilar Jembatan Srandakan tidak terjadi secara tiba-tiba. Jembatan ini mulai menampakkan tanda-tanda mengalami permasalahan sejak akhir dasa warsa 80-an dan berlanjut selama era 90-an. Degradasi dasar sungai merupakan sumber pertama timbulnya permasalahan. Pada masa itu, degradasi dasar sungai terjadi hampir di sepanjang alur Sungai Progo. Dengan membandingkan gambar rencana jembatan pada 1925 dan posisi dasar sungai terhadap lantai jembatan pada awal 2000, tampak bahwa dasar sungai turun 3 m. Bukti lain bahwa dasar sungai turun juga dapat diamati pada menggantungnya Intake Sapon yang berada lebih kurang 2 km ke arah hulu Jembatan Srandakan.

Indikasi degradasi dasar sungai di Jembatan Srandakan pada dasawarsa 1990-an (foto diperoleh dari Tito A Wicaksono, Bina Marga DIY)

Alur utama Sungai Progo, pada musim kemarau, berada di pilar #25-26 Jembatan Srandakan dan tampak adanya indikasi degradasi dasar sungai (foto diperoleh dari Tito A Wicaksono, Bina Marga DIY)

Faktor kedua penyebab kegagalan pilar Jembatan Srandakan adalah gerusan lokal di sekitar fondasi dan pilar jembatan. Gerusan lokal di sekitar fondasi dan pilar jembatan ini tampak jelas. Pada kunjungan saya ke Jembatan Srandakan pada musim kemarau 2002, saya melihat dengan jelas jejak gerusan lokal berupa cekungan dasar sungai di sisi hulu pilar jembatan. Dengan demikian, gerusan lokal pasti juga terjadi pada tahun-tahun sebelum itu, sebelum peristiwa penurunan fondasi/pilar jembatan pada 2000.

Faktor ketiga penyebab kegagalan pilar adalah peningkatan volume kendaraan yang melintas Jembatan Srandakan. Pengukuran pada 1984 menunjukkan LHR 5-ribu, meningkat menjadi 15-ribu pada 1995, dan mencapai 20-ribu pada 2000.

Upaya-upaya perlindungan fondasi dan pilar jembatan telah dilakukan sejak dasa warsa 90-an. Pada awal 90-an, saya pernah menyarankan pembangunan groundsill di sisi hilir jembatan. Pada 1997-1999, dilakukan upaya pengamanan fondasi dan pilar jembatan dengan cara menyelimuti bagian fondasi yang telah menyembul di atas dasar sungai serta membuat lantai (apron) di hilir pilar. Selimut dan lantai hilir dibuat dari konstruksi bronjong. Upaya ini tidak sepenuhnya berhasil. Justru selimut bronjong telah mempersempit alur sungai. Jarak bebas antar pilar mengecil dari 9 m menjadi 7 m di bagian atas selimut bronjong dan bahkan menjadi tinggal 1 m di bagian dasarnya. Penyempitan alur meningkatkan kecepatan aliran yang pada gilirannya memperbesar gerusan lokal di sekitarnya. Gerusan lokal juga bertambah dalam akibat pembesaran dimensi fondasi/pilar+selimut.

Selimut dan lantai hilir dari konstruksi bronjong sebagai upaya pengamanan pilar jembatan, dikerjakan pada periode 1997-1999 (foto dari Tito A Wicaksono, Binar Marga DIY)

Selimut bronjong di sekeliing pilar/fondasi jembatan rusak karena tidak dapat bertahan terhadap aliran air (foto dari Tito A Wicaksono, Bina Marga DIY)

Pasca penurunan pilar jembatan pada April 2000, telah dilakukan perbaikan lantai hilir dengan rehabilitasi konstruksi bronjong serta penempatan sejumlah blok beton di bagian alur yang paling dalam (thalweg). Perbaikan lantai hilir ini dilaksanakan pada periode 2001-2002.

Lantai hilir telah diperbaiki pasca pilar #25-26 ambles

Sejumlah blok beton ditempatkan di thalweg untuk memperkuat lantai hilir pasca pilar #25-26 ambles

Perlindungan Jembatan Srandakan yang paling signifikan diperoleh setelah pembangunan groundsill yang berada lebih kurang 500 m di hilir jembatan pada 2001-2003. Groundsill berfungsi mempertahankan taraf dasar sungai pada taraf mercu groundsill. Groundsill mencegah degradasi dasar sungai. Pada kasus di Srandakan, groundsill bahkan ditujukan untuk mengembalikan dasar sungai ke posisi semula, yaitu sejajar dengan dasar pilecap jembatan.

Groundsill Srandakan

Groundsill Srandakan di hilir Jembatan Srandakan yang dibangun pada 2001-2003 telah berhasil “menaikkan” dasar sungai di Jembatan Srandakan sehingga kembali pada elevasi pilecap Jembatan Srandakan I (jembatan lama)

Groundsill Srandakan, dirancang dengan debit Q50 = 2780 m3/s, mercu pada +9.50 m dan MAB +11.70 m

Groundsill Srandakan, dirancang dengan debit Q50 = 2780 m3/s, mercu pada +9.50 m dan MAB +11.70 m

 

Jembatan Srandakan II

Pada 2005-2007, dibangun Jembatan Srandakan II yang berlokasi di hilir Jembatan Srandakan lama (jembatan lama ini kemudian disebut dengan nama Jembatan Srandakan I). Jembatan baru yang memiliki panjang 626.75 m ini terdiri dari 14 bentang @35 m dan 3 bentang @15 m. Struktur bawah berupa 16 buah pilar bulat yang berdiri di atas fondasi sumuran.

Denah Jembatan Srandakan I, Jembatan Srandakan II, dan Groundsill Srandakan

Denah Jembatan Srandakan I, Jembatan Srandakan II, dan Groundsill Srandakan (imaji dari Google Earth)

Jembatan Srandakan II di hilir jembatan lama, dibangun pada 2005-2007

Jembatan Srandakan II di hilir jembatan lama, dibangun pada 2005-2007

 

Jembatan Srandakan I Dipertahankan

Jembatan Srandakan I (jembatan lama) tampak dari hilir, 2006

Pada waktu pembangunan Jembatan Srandakan II, jembatan lama (Jembatan Srandakan I) direncanakan untuk dibongkar. Salah satu alasan pembongkaran adalah kekhawatiran terhadap kekuatan struktur Jembatan Srandakan I dan kekhawatiran bahwa jembatan lama ini akan membahayakan jembatan baru atau setidaknya akan menyebabkan pertambahan kedalaman gerusan dasar sungai di pilar jembatan baru.

Kajian yang dilakukan pada 2007 menunjukkan bahwa struktur Jembatan Srandakan I masih mampu untuk menopang jembatan dan beban lalu lintas di atasnya. Beban lalu lintas yang disarankan adalah lalu lintas kendaraan ringan. Kajian secara hidraulis dilakukan melalui simulasi aliran dengan bantuan model aliran dua-dimensi. Dari kecepatan aliran di pilar jembatan, kemudian diperkirakan kedalaman gerusan lokal. Hasil studi menunjukkan bahwa tidak ada risiko pertambahan kedalaman gerusan di pilar jembatan baru yang ditimbulkan oleh pilar jembatan lama.

Model aliran 2D Sungai Progo di ruas Sapon-Srandakan

Model aliran 2D Sungai Progo di ruas Sapon-Srandakan

Pola aliran air di sekitar pilar Jembatan Srandakan I dan Jembatan Srandakan II

Pola aliran air di sekitar pilar Jembatan Srandakan I dan Jembatan Srandakan II

Mempertahankan keberadaan Jembatan Srandakan I memiliki keuntungan, yaitu:

  • menghemat biaya karena pembongkaran jembatan ini tentulah membutuhkan biaya yang tidak sedikit,
  • jembatan masih dapat difungsikan untuk lalu lintas ringan dengan rehabilitasi pada bentang yang mengalami penurunan,
  • atau kalau pun tidak dilakukan rehabilitasi, maka jembatan ini dapat menjadi tempat pembelajaran mengenai problematika jembatan yang ditimbulkan oleh degradasi dasar sungai dan gerusan lokal.

Tayangan yang Berkaitan

  1. Tayangan tentang Jembatan Srandakan yang saya sampaikan pada kuliah Teknik Sungai. Klik di sini atau klik di sini untuk file yang berukuran lebih kecil.
  2. Artikel tentang problematika jembatan di sungai.
  3. Mekanisme gerusan lokal dan persamaan empiris untuk menghitung kedalaman gerusan lokal. Klik di sini.
  4. Tayangan tentang degradasi dan agradasi dasar sungai.

Sumber

  1. Laporan/tugas yang dikerjakan oleh mahasiswa MPBA, Tito Asung Wicaksono (2002).
  2. Komunikasi pribadi dengan Bidang Bina Marga Provinsi DI Yogyakarta.
  3. CV Wira Darma Nusa, 2007, Kajian Struktur Jembatan Srandakan I Sepanjang 531 meter, Laporan Akhir, Bina Marga Provinsi DI Yogyakarta.
  4. Dokumentasi pribadi.
Posted in Gerusan Lokal di Pilar Jembatan | Tagged , , | Comments Off on Jembatan Srandakan, Kulonprogo, Yogyakarta

Jembatan Kebonagung, Sleman, Yogyakarta

Jembatan Kebonagung melintas Sungai Progo, berlokasi di ruas jalan lintas Sleman-Kulonprogo. Lokasi jembatan adalah di Desa Nanggulan, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Jembatan dapat dicapai dari Ring-road Barat Yogyakarta, melalui Jalan Godean.

Peta lokasi Jembatan Kebonagung

Lokasi Jembatan Kebonagung, melintasi Sungai Progo di Godean, Sleman (imaji Apple’s Maps)

Jembatan bediri di atas 4 pilar silinder beton. Setiap pilar ditopang oleh dua buah fondasi sumuran. Kedalaman fondasi adalah 8 meter, dasar fondasi berada 9.5 meter di bawah mercu pilecap. Sebuah groundsill ditempatkan di hilir jembatan untuk menstabilkan dasar sungai dengan cara mencegah degradasi dasar sungai dan mempertahankan posisi dasar sungai sejajar dengan mercu groundsill.

Permasalahan di Jembatan Kebonagung berawal pada 1997 saat groundsill mengalami kerusakan, jebol sepanjang 2 meter di sisi kiri. Setelah perbaikan, kerusakan lain yang lebih parah terjadi, yaitu separuh bentang di sisi kanan runtuh. Hal ini menyebabkan aliran air berbelok dan berkonsentrasi di bagian yang runtuh sehingga memicu degradasi dasar sungai di bagian ini. Upaya penanganan telah dilakukan dengan penempatan blok beton di bagian groundsill yang runtuh, namun upaya ini tidak sepenuhnya berhasil. Sebagian blok beton hanyut karena tidak mampu menahan gaya dinamik aliran air.

Denah jembatan kebonagung

Denah Jembatan Kebonagung dan Groundsill Kebonagung (ditumpang-susunkan dengan imaji Apple’s Maps)

Groundsill patah

Kerusakan Groundsill Kebonagung (foto 2006)

Groundsill patah 2

Sisi kanan Groundsill Kebonagung yang telah patah (foto 2006)

Sketsa kebonagung

Sketsa tampang memanjang Sungai Progo di Jembatan dan Groundsill Kebonagung

Blok beton yang dipakai untuk menutup bagian groundsill yang patah, namun tidak sepenuhnya berhasil

Blok beton yang dipakai untuk menutup bagian groundsill yang patah, namun tidak sepenuhnya berhasil (foto 2006)

Kerusakan groundsill disebabkan ketidak-mampuan groundsill menahan gaya hidrodinamik aliran air. Selain struktur tubuh groundsill yang tampaknya hanya berupa pasangan batu kali, ketiadaan lantai hilir merupakan telah menyebabkan groundsill tidak memiliki pelindung terhadap gerusan dasar sungai di hilirnya.

Bagian groundsill yang masih tersisa pada 2006

Bagian groundsill yang masih tersisa pada 2006

Selain degradasi dasar sungai, terjadi pula gerusan lokal di sekitar pilar/fondasi jembatan. Pada 2006, tampak jejak gerusan lokal berupa lubang gerusan di sekitar pilar #2 dan #3, pilar kedua dan ketiga dari arah timur/kiri. Di pilar #4, pilar paling barat, yang merupakan bagian thalweg (alur utama, bagian terdalam sungai), jejak gerusan lokal tidak dapat diketahui karena dasar sungai tidak tampak. Namun, kita dapat memperkirakan bahwa di fondasi pilar #4 ini pun hampir pasti terjadi pula gerusan lokal.

Jejak gerusan lokal di sekitar pilar #3, 2006

Jejak gerusan lokal di sekitar pilar #3, 2006

Sebagai bagian dari kajian dan desain rehabilitasi Jembatan Kebonagung, pada 2006, penulis melakukan pengukuran profil dasar sungai di sekitar jembatan, termasuk pengukuran dasar sungai di sekeliling pilar #4. Pengukuran dasar sungai di sekitar pilar ini dilakukan dengan teknik echosounding. Pengukuran dilakukan dari atas pilecap. Akses ke lokasi pengukuran adalah dengan cara turun dan naik dengan panjat tali (rappeling). Penulis bekerja sama dengan para mahasiswa anggota Palasigma, unit kegiatan mahasiswa pecinta alam Keluarga Mahasiswa Teknik Sipil FT UGM. Hasil echosounding menunjukkan bahwa akibat degradasi dasar sungai dan gerusan lokal, dasar sungai di sekitar pilar #4 hampir mencapai dasar fondasi sumuran, sekira 1.5 m di atas dasar fondasi sumuran. Hal ini tentu saja sangat membahayakan keamanan jembatan. Risiko kegagalan fondasi sangat besar.

Akses menuju ke pilecap, tempat pengukuran profil dasar sungai di sekeliling pilar #4

Akses menuju ke pilecap, tempat pengukuran profil dasar sungai di sekeliling pilar #4

Profil dasar sungai

Profil dasar Sungai Progo di Jembatan Kebonagung, 2006

Bina Marga DIY sebagai autoritas jalan dan jembatan tingkat provinsi telah mengupayakan rehabilitasi Jembatan Kebonagung dengan melakukan perencanaan teknis (Detailed Engineering Design, DED) perlindungan jembatan. Hasil perencanaan adalah pembangunan groundsill baru konstruksi beton di hilir lokasi groundsill lama yang patah, pada jarak 55 meter dari jembatan. Mercu groundsill dirancang sejajar dengan dasar pilecap jembatan. Groundsill dirancang akan mengembalikan dasar sungai di jembatan pada elevasi dasar pilecap jembatan. Hanya saja, karena biaya pembangunan groundsill baru terlalu besar, sekira 16 milyar rupiah, maka pembangunan groundsill baru ini dipandang tidak layak secara ekonomi. Mahalnya biaya pembangunan groundsill disebabkan antara lain oleh dimensi groundsill. Bentang groundsill adalah 110 meter, tinggi groundsill adalah 3.6 meter, serta panjang lantai hilir adalah 22 meter. Dimensi groundsill dirancang berdasarkan debit banjir 50-tahunan, yaitu 1800 meter-kubik per detik.

Potongan melintang groundsill beton yang direncanakan sebagai pelindung Jembatan Groundsill; groundsill ini tidak dapat dibangun karena biaya konstruksi melebihi ketersediaan anggaran

Potongan melintang groundsill beton yang direncanakan sebagai pelindung Jembatan Kebonagung; groundsill ini tidak dapat dibangun karena biaya konstruksi melebihi ketersediaan anggaran

Karena biaya konstruksi groundsill yang terlalu mahal, maka Bina Marga DIY mempertimbangkan groundsill yang lebih murah sebagai alternatif perlindungan jembatan. Groundsill alternatif ini memanfaatkan sisa groundsill lama dan menyambungnya dengan groundsill baru. Panjang groundsill alternatif adalah 100 meter, terdiri dari groundsill baru berupa konstruksi beton, 43 meter, dan perbaikan groundsill lama yang masih ada, 57 meter. Blok-blok beton yang masih ada ditata ulang, ditempatkan di hilir groundsill sebagai peredam energi aliran untuk melindungi kaki hilir groundsill. Dimensi groundsill alternatif dirancang berdasarkan debit banjir 2-tahunan, yaitu 200 meter-kubik per detik. Rancangan groundsill dengan debit banjir 2-tahunan ini mengandung risiko kegagalan groundsill (tahunan) 1/2 atau 50%. Risiko ini memang cukup tinggi, tetapi terpaksa dipertimbangkan sebagai alternatif perlindungan Jembatan Kebonagung karena faktor ketersediaan anggaran untuk biaya konstruksi dan dilandasi dengan harapan bahwa groundsill yang lebih permanen segera dibangun. Pada saat itu, 2007, telah diketahui bahwa Ditjen SDA PU memiliki rencana untuk membangun groundsill sekira 260 meter di hilir Jembatan Kebonagung. Groundsill yang direncanakan oleh Ditjen SDA PU ini merupakan bagian dari rangkaian struktur pengendali sedimen di Sungai Progo. Hanya saja, pada waktu itu belum diketahui kepastian waktu pembangunan groundsill ini. Sayang, walau pun telah memiliki desain groundsill alternatif yang murah, tetap saja Bina Marga menghadapi kenyataan ketidak-cukupan anggaran untuk membangun groundsill alternatif yang diperkirakan sebesar 1.2 milyar rupiah.

Pada akhirnya, Bina Marga DIY melaksanakan perlindungan jembatan dengan cara perlindungan langsung di pilar/fondasi jembatan, yaitu dengan memasang lantai (footing apron) di sekeliling pilar/fondasi yang dibuat dari bronjong batu kali. Di pilar yang tidak mengalami degradasi dasar sungai (selain pilar #4), mercu lantai bronjong adalah sama dengan elevasi dasar sungai. Di pilar #4 yang telah mengalami degradasi dasar sungai cukup dalam, mercu lantai bronjong adalah sama dengan sisi bawah pilecap. Cara ini ditempuh untuk meminimumkan hambatan aliran oleh tumpukan bronjong. Upaya perlindungan ini merupakan upaya sementara, sambil berharap bahwa groundsill yang direncanakan oleh Ditjen SDA PU di hilir Jembatan Kebonagung segera dibangun. Bersyukur, Ditjen SDA PU telah merealisasikan groundsill permanen ini pada 2009. Di bawah ini adalah foto-foto yang saya buat pada dua waktu yang berbeda, yaitu pada 2007 saat lantai bronjong baru selesai ditempatkan di sekeliling pilar/fondasi dan pada 2010 saat groundsill di hilir Jembatan Kebonagung telah dibangun oleh Ditjen SDA PU.

Lantai bronjong batu kali untuk melindungi pilar/fondasi dari ancaman gerusan lokal, foto diambil pada musim hujan pertama setelah lantai bronjong selesai dipasang

Lantai bronjong batu kali untuk melindungi pilar/fondasi dari ancaman gerusan lokal, foto diambil pada November 2007, saat musim hujan pertama setelah lantai bronjong selesai dipasang

Lantai bronjong di pilar jembatan, foto diambil pada 2010, pada saat itu groundsill telah dibangun di lokasi sekira 260 meter dari jembatan

Lantai bronjong di pilar jembatan, foto diambil pada 2010, pada saat itu groundsill telah dibangun di lokasi sekira 260 meter dari jembatan

Tayangan yang Berkaitan

  1. Tayangan tentang Goundsill Kebonagung yang saya sampaikan pada kuliah Teknik Sungai. Klik di sini.
  2. Artikel tentang problematika jembatan di sungai.
  3. Mekanisme gerusan lokal dan persamaan empiris untuk menghitung kedalaman gerusan lokal. Klik di sini.
  4. Tayangan tentang degradasi dan agradasi dasar sungai.

 Sumber

  1. Laporan/tugas yang dikerjakan oleh mahasiswa MPBA: Etik Iriani, Ikanadani, Noorfian, Binga (2005).
  2. Komunikasi pribadi dengan Bidang Bina Marga DI Yogyakarta.
  3. PT Arss Baru, 2006, DED Rehabilitasi Jembatan Kebonagung I Sepanjang 156 m, Laporan Akhir, Bina Marga DI Yogyakarta.
  4. Dokumentasi pribadi.
Posted in Gerusan Lokal di Pilar Jembatan | Tagged , , | Comments Off on Jembatan Kebonagung, Sleman, Yogyakarta

Jembatan Trinil, Magelang, Jawa Tengah

Jembatan Trinil melintas Sungai Progo, menghubungkan Desa Kalijoso, Kecamatan Secang dengan Desa Banjarsari, Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Jembatan Trinil dapat dicapai dari jalan Magelang-Secang, berbelok ke kiri (ke barat) di Payaman, kemudian menyusur jalan yang menghubungkan Desa Kalijoso dan Desa Banjarsari. Posisi jembatan berada pada koordinat bujur dan lintang 110°12’54” BT, 7°24’36” LS atau pada koordinat UTM 49 M 413374 m E, 9180846 m S. Jarak perjalanan darat ke Jembatan Trinil dari Mungkid, ibukota Kabupaten Magelang, adalah sekira 25 km.

Jembatan Trinil, melintasi Sungai Progo di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah (imaji Apple’s Maps)

Tulisan ini mengacu kepada peristiwa kegagalan pilar/fondasi jembatan pada 2009 dan 2010. Pada kejadian itu, pilar/fondasi jembatan ambles dan mengakibatkan penurunan gelagar jembatan.

Jembatan Trinil dibangun pada 1972. Jembatan berdiri di atas 3 pilar pasangan batu kali yang ditopang oleh fondasi dangkal. Panjang bentang jembatan lebih kurang 70 m. Pada 2007 dilaporkan adanya indikasi gerusan lokal di pilar #1 (pilar paling timur, di sisi Kalijoso). Pada 2008, dilakukan pekerjaan rehabilitasi jembatan, berupa penggantian struktur atas. Struktur bawah tidak mengalami perubahan berarti, hanya pemberian lapis plesteran pada pilar.

 

Pada 25 dan 28 Februari 2009, pilar #3 (paling barat) turun (ambles) yang memutuskan lalu lintas melewati jembatan. Belum sempat jembatan diperbaiki, setahun kemudian pada 4 Maret 2010, pilar #1 dan #2 miring karena fondasi yang menyangganya ambles.

Pada peristiwa yang pertama, laporan dari Dinas Pekerjaan Umum dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Magelang menyebutkan bahwa Rabu, 25 Februari 2009, sore hari pukul 16:00 sampai dengan 18:00, aliran banjir melewati Jembatan Trinil. Menurut laporan yang sama, aliran air melimpas lebih kurang 20 cm di atas lantai jembatan. Pilar #3 turun dan mengakibatkan plat lantai nomor 3 dan 4 bergeser lebih kurang 2 cm. Pada Sabtu, 28 Februari 2009, sekitar pukul 11:30, pilar #3 turun 50 cm hingga lalu lintas tidak dapat lagi melewati jembatan.

Sebuah jembatan darurat tipe bailey kemudian dipasang di atas bentang #3 dan #4 untuk memfasilitasi lalu lintas melewati jembatan.

Memperhatikan foto-foto Jembatan Trinil pasca pilar #3 ambles serta membaca laporan adanya aliran banjir yang melimpas melewati jembatan, maka dapat diduga bahwa pilar jembatan mengalami gerusan lokal dan pembebanan horizontal oleh gaya hidrodinamik aliran banjir. Degradasi dasar sungai tidak terjadi karena adanya groundsill di hilir jembatan.

Jembatan Trinil tampak dari hilir setelah pilar #3 ambles pada 25 Februari 2009 (foto diperoleh dari Ery Agung Kisworo)

Jembatan Trinil tampak dari hilir setelah pilar #3 ambles pada 28 Februari 2009; tampak sebuah groundsill di latar depan; groundsill mencegah degradasi dasar sungai (foto diperoleh dari Ery Agung Kisworo)

Tampak hilir bentang $3 dan #4 yang miring setelah pilar #3 ambles pada 28 Februari 2009

Tampak hilir bentang $3 dan #4 yang miring setelah pilar #3 ambles pada 28 Februari 2009 (foto diperoleh dari Ery Agung Kisworo)

Jembatan bailey dibangun di atas bentang #3 dan #4 setelah peristiwa pilar #3 ambles pada 28 Februari 2009

Tampak hilir jembatan bailey yang dibangun di atas bentang #3 dan #4 setelah pilar #3 ambles pada 28 Februari 2009 (foto diperoleh dari Ery Agung Kisworo)

Setahun kemudian, pada Kamis 5 Maret 2010, pilar #1 dan #2 ambles. Menurut laporan Dinas Pekerjaan Umum dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Magelang, pada hari itu terjadi hujan deras pada pukul 16:00 yang disusul dengan aliran banjir melewati Jembatan Trinil pada pukul 18:00. Aliran banjir melimpas sampai 80 cm di atas lantai jembatan. Kerusakan pada pilar jembatan meliputi fondasi pilar #1 (pilar paling timur, di sisi Kalijoso) ambles dan pilar #1 miring ke arah hilir sedalam 80 cm, serta fondasi pilar #2 (pilar tengah) ambles dan pilar #2 miring ke arah hilir sedalam 100 cm. Kedua pilar tersebut bergeser 1.5 m ke arah hilir pada bagian tengah, mengakibatkan jembatan darurat bailey yang dibangun pada 2009 miring. Pilar #3 yang sudah miring pada 2009, tidak berubah.

Dengan peristiwa ini, semua pilar/fondasi telah ambles dan miring. Jembatan tidak dapat lagi dilewati, lalu lintas melewati jembatan sepenuhnya terputus. Foto-foto di bawah ini penulis ambil pada 12 dan 21 Maret 2010, beberapa hari setelah pilar #1 dan #2 ambles.

Tampak hilir

Jembatan Trinil tampak dari hilir setelah ketiga pilar ambles pada 4 Maret 2010, foto diambil pada 12 Maret 2010

Tampak hulu

Jembatan Trinil tampak dari hulu setelah ketiga pilar ambles pada 4 Maret 2010, foto diambil pada 12 Maret 2010

Aliran di groundsill yang berada di hilir Jembatan Trinil

Aliran di groundsill yang berada di hilir Jembatan Trinil, foto diambil pada 12 Maret 2010

Jembatan darurat bailey, foto diambil pada 21 Maret 2010

Tampak hulu Jembatan darurat bailey di atas Jembatan Trinil setelah ketiga pilar ambles pada 4 Maret 2010, foto diambil pada 21 Maret 2010

DSC01063

Tampak hulu Jembatan darurat bailey di atas Jembatan Trinil setelah ketiga pilar ambles pada 4 Maret 2010, foto diambil pada 21 Maret 2010

Prediksi Kedalaman Gerusan Lokal

Memperhatikan laporan adanya aliran banjir yang melimpas di atas jembatan serta mengingat adanya groundsill di hilir jembatan, maka dugaan adanya gerusan lokal di pilar jembatan sebagai salah satu pemicu amblesnya pilar/fondasi jembatan sangatlah kuat. Penulis telah melakukan kajian untuk memprediksi kedalaman gerusan lokal di pilar Jembatan Trinil.

Kajian diawali dengan rekonstruksi aliran banjir Sungai Progo di Jembatan Trinil pada 4 Maret 2010. Ini dilakukan untuk memperkirakan kedalaman dan kecepatan aliran banjir di Jembatan Trinil pada saat itu. Penulis dan tim kajian yang terdiri dari kolega, mahasiswa, serta surveyor, mengumpulkan data:

  • debit aliran pada 4 Maret 2010 di Bendung Badran yang berada 5 km di hulu Jembatan Trinil, diperoleh dengan cara mengonversi data muka air di Stasiun AWLR Badran menjadi debit aliran berdasarkan liku kalibrasi debit Bendung Badran,
  • curah hujan pada 4 Maret 2010 di Stasiun ARR Badran,
  • geometri sungai di sekitar Jembatan Trinil dari groundsill di hilir jembatan sampai 1 km ke hulu, diukur secara terestris,
  • ukuran butir material dasar sungai di Jembatan Trinil.

Rekonstruksi banjir dilakukan dengan bantuan program aplikasi HEC-RAS. Batas hulu domain model berada 1 km di hulu jembatan dan batas hilir domain model adalah groundsill di hilir jembatan. Syarat batas di hulu adalah hidrograf banjir yang diperoleh dengan cara penelusuran banjir hidrologis berdasarkan hidrograf banjir di Bendung Badran, sedangkan syarat batas hilir adalah muka air kritis di groundsill. Kalibrasi model aliran dilakukan berdasarkan informasi bahwa banjir melimpas 80 cm di atas lantai jembatan. Rekonstruksi ini memberikan informasi bahwa pada banjir 4 Maret 2010 di Jembatan Trinil kedalaman aliran adalah 7 m, kecepatan aliran tertinggi adalah 3.3 m/s, dan debit puncak adalah 1125 m^3/s.

Kedalaman gerusan dasar sungai di pilar/fondasi Jembatan Trinil diperkirakan dengan memakai Persamaan CSU, yang berlaku pada gerusan tipe clear-water maupun live-bed:

Kedalaman gerusan di pilar jembatan dapat pula diperkirakan dengan memakai Persamaan Froehlich, yang biasanya dipakai untuk memperkirakan kedalaman gerusan lokal di pilar jembatan pada perencanaan teknis jembatan. Persamaan Froehlich dapat dituliskan sebagai berikut:

Dalam Persamaan CSU dan Persamaan Froehlich tersebut, ds adalah kedalaman gerusan lokal di pilar jembatan, K1, K2, K3, K4 masing-masing adalah koefisien (faktor koreksi) yang merepresentasikan pengaruh bentuk pilar, arah (sudut datang) aliran, butir sedimen dasar, serta armoring butir sedimen dasar, φ adalah faktor koreksi yang merupakan fungsi bentuk pilar, Dadalah diameter pilar, h1 adalah kedalaman aliran di sisi hulu jembatan, dan Fr1 adalah Angka Froude aliran di sisi hulu jembatan. CSU membatasi kedalaman gerusan, yaitu ds ≤ 2.4 Dp jika Fr ≤ 0.8 dan ds ≤ 3 Dp jika Fr > 0.8.

Data geometri pilar, ukuran butir material dasar, serta parameter aliran adalah:

  • diameter butiran             : 2 mm
  • lebar pilar                         : 3 m
  • panjang pilar                    : 6.1 m
  • kedalaman aliran            : 7 m
  • kecepatan aliran              : 3.3 m/s
  • Angka Froude                   : 0.4

Persamaan CSU memberikan prediksi kedalaman gerusan di pilar Jembatan Trinil pada banjir 4 Maret 2010 sebesar 2.6 m, sedangkan Persamaan Froehlich memberikan prediksi kedalaman gerusan yang lebih besar, yaitu 4.8 m. Dari kedua angka ini, dapat diperkirakan bahwa kedalaman gerusan yang terjadi pada saat banjir 4 Maret 2010 telah melampaui dasar fondasi pilar Jembatan Trinil, yaitu 2 m. Dengan demikian, sangatlah kuat dugaan bahwa pilar Jembatan Trinil ambles akibat gerusan lokal dasar sungai di pilar/fondasi jembatan.

Hidrogram trinil

Hidrograf aliran banjir 4 Maret 2010 di Bendung Badran (warna cyan) dan di 1 km hulu Jembatan Trinil (warna kuning)

Profil muka air banjir 4 Maret 2010 di Jembatan Trinil hasil simulasi dengan HEC-RAS

Profil muka air banjir 4 Maret 2010 di Jembatan Trinil hasil simulasi dengan HEC-RAS

Muka air banjir maksimum di Jembatan Trinil pada 4 Maret 2010 hasil simulasi dengan HEC-RAS

Muka air banjir maksimum di Jembatan Trinil pada 4 Maret 2010 hasil simulasi dengan HEC-RAS

Tayangan yang Berkaitan

  1. Artikel tentang problematika jembatan di sungai.
  2. Mekanisme gerusan lokal dan persamaan empiris untuk menghitung kedalaman gerusan lokal. Klik di sini.

Sumber

  1. Catatan dan laporan mengenai peristiwa pilar Jembatan Trinil ambles yang disusun oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Magelang.
  2. Laporan kajian Jembatan Trinil oleh Sekolah Pascasarjana UGM untuk DPRD Kabupaten Magelang.
  3. Dokumentasi pribadi.

 

Posted in Gerusan Lokal di Pilar Jembatan | Tagged , , | Comments Off on Jembatan Trinil, Magelang, Jawa Tengah

Jembatan Pabelan, Magelang, Jawa Tengah

Jembatan Pabelan melintas Sungai Pabelan di jalan raya Yogyakarta-Magelang. Sungai Pabelan adalah salah satu anak Sungai Progo yang berpangkal di lereng G. Merapi. Dari Yogyakarta, jembatan ini berada setelah kota Kecamatan Muntilan. Di lokasi ini terdapat 2 jembatan, yaitu jembatan lama yang ditopang oleh pilar dan fondasi pasangan batu kali, serta jembatan baru yang ditopang oleh pilar beton. Jembatan lama dipakai sebagai lajur jalan ke arah Magelang, sedangkan jembatan baru dipakai sebagai lajur jalan arah ke Yogyakarta. Bentang jembatan lebih kurang 36 meter. Jembatan lama dibangun pada 1960an, sedangkan jembatan baru dibangun pada 2005.

Peta lokasi pabelan

Pada 30 Maret 2011 terjadi aliran banjir di Sungai Pabelan yang menghanyutkan salah satu bentang jembatan lama. Laiknya banjir di sungai-sungai yang berhulu di G. Merapi, banjir saat itu adalah banjir yang membawa material sedimen hasil erupsi vulkanik. Aliran banjir seperti ini dalam khasanah teknik sungai dikenal sebagai aliran debris atau banjir lahar hujan (sebagian orang menyebut banjir ini dengan nama “banjir lahar dingin”).

Berbeda dengan banjir biasa, banjir lahar hujan memiliki energi kinetik yang besar karena massa fluida yang besar, yang berupa campuran air dan material padat (air+sedimen). Jejak banjir 30 Maret 2011 tidak hanya hanyutnya salah satu bentang Jembatan Pabelan, tetapi tampak pula pada jebolnya groundsill di hilir jembatan serta tergerusnya pilar beton jembatan. Groundsill di hilir jembatan berfungsi sebagai pengaman jembatan terhadap ancaman degradasi dasar sungai. Dasar sungai di hulu groundsill lebih tinggi daripada dasar sungai di hilir groundsill. Biasanya, mercu groundsill dibuat sejajar dengan pilecap fondasi jembatan. Saat groundsill jebol, maka aliran air akan menggerus dasar sungai di hulu groundsill hingga rata dengan dasar sungai di hilir groundsill dan membentuk kemiringan dasar sungai yang baru. Turunnya dasar sungai di jembatan, dan dibarengi dengan gerusan lokal di pilar jembatan, menjadi ancaman serius bagi keamanan jembatan. Hal terjadi pada pilar jembatan lama. Fondasi ambles dan pilar miring ke arah Yogyakarta sehingga gelagar jembatan di bentang arah Magelang lepas dari tumpuannya dan jatuh, membawa serta lantai jembatan. Pada kunjungan penulis pada 31 Maret 2011, penulis tidak melihat bekas gelagar dan lantai jembatan yang jatuh ke sungai.

Mengapa pasca banjir tidak tampak jejak (lubang) gerusan lokal di pilar Jembatan Pabelan? Menurut hemat penulis, ini sangat mungkin disebabkan oleh telah tertutupnya lubang gerusan oleh sedimen pada saat banjir surut. Pada banjir lahar hujan, mekanisme gerusan lokal di pilar jembatan adalah live-bed scour. Artinya, gerusan ditimbulkan oleh aliran air yang membawa sedimen dari hulu. Ini berbeda dengan clear-water scour, yaitu gerusan yang ditimbulkan oleh aliran air yang tidak membawa sedimen dari hulu. Pada live-bed scour, dapat terjadi penutupan lubang gerusan oleh sedimen yang masih datang pada saat banjir sedang surut, yang melebihi kemampuan aliran air menggerus dasar sungai di pilar jembatan. Transpor netto sedimen di lubang gerusan, dengan demikian, telah menutup lubang gerusan lokal.

Foto-foto di bawah ini penulis ambil pada 31 Maret 2011 pagi.

Pabelan hilir

Besi tulangan

Groundsill jebol menyebabkan degradasi dasar sungai di Jembatan Pabelan, yang kemudian bersama-sama dengan gerusan lokal di dasar sungai di pilar jembatan menyebabkan fondasi ambles, pilar miring, dan akhirnya lantai jembatan jatuh

Pilar terkoyak

Daya rusak aliran banjir lahar hujan mampu menggerus pilar jembatan yang dibuat dari beton bertulang

Tampak bawah Jembatan Pabelan pasca banjir lahar hujan 30 Maret 2011

Tampak bawah Jembatan Pabelan pasca banjir lahar hujan 30 Maret 2011

Tayangan yang Berkaitan

  1. Artikel tentang problematika jembatan di sungai.
  2. Mekanisme gerusan lokal dan persamaan empiris untuk menghitung kedalaman gerusan lokal. Klik di sini.

 

Posted in Gerusan Lokal di Pilar Jembatan | Tagged , , | Comments Off on Jembatan Pabelan, Magelang, Jawa Tengah